Turun Tangan dalam Pendidikan

 

Teman-teman semua, saya ingin menggarisbawahi ketika bicara Indonesia sering kali malah tidak bicara manusianya. Yang sering kita bicarakan yang lainnya.Sekarang saatnya menaruh manusia Indonesia sebagai sentral republik ini. Jadi saat ini kita kembalikan lagi bahwa manusia Indonesia adalah pusat pembicaraan kita. Saya mau memberi bocoran terlebih dahulu, bahwa saya ini bukan sarjana ilmu pendidikan, bukan kuliah soal pengajaran, jadi sama sekali bukan di wilayah mikro pendidikan. Saya melihat soal pendidikan ini dari perspektif luar, non pendidikan,
Karena itu saya berdiskusi dengan teman-teman gimana caranya kita melakukan sebuah terobosan di bidang pendidikan.
Nah ke depan saya melihat makin hari peran guru sangat sentral. Kami percaya betul kekuatan guru sebagai pengubah anak-anak didiknya. Kalau kita boleh katakan pada guru lah kita titipkan persiapan masa depan republik ini. Di sekolah-sekolah itu adalah wajah masa depan kita. Tapi begitu kita melihat guru hari ini, muncul banyak masalah di situ. Kita sudah tahu kualitasnya, kita sudah tahu masalah distribusinya. Dengan kualitas guru yang seperti ini saja sudah terjadi perubahan Indonesia seperti sekarang, bayangkan jika guru kita mengalami pelonjakan kualitas.
Menurut saya, peran guru akan bergeser ke depannya. Di banyak tempat kita mulai menyaksikan betapa proses belajar tidak lagi mengandalkan guru sebagai sumber ilmu pengetahuan, tapi guru sebagai fasilitator, guru sebagai teman, guru sebagai salah satu sumber yang merangsang munculnya motivasi untuk belajar. Jadi terlihat bahwa peran guru mulai bergeser.
Saya rasa ke depan, kita akan mulai menyaksikan banyak tempat di Indonesia yang peran gurunya dalam artian sumber belajar akan mengalami penurunan drastis.
Indonesia ini unik teman-teman, Indonesia tidak hanya Jakarta. Indonesia di Kaki Gunung Tambora, ada di Sangihe, ada di Kapuas Hulu, ini adalah Indonesia kita semua. Tetapi proses belajar hari ini beda sekali, peran guru hari ini beda sekali di satu tempat dengan tempat lainnya. Di sini saya rasa tantangan kita untuk ke depan menjadi sedikit berbeda dengan negara-negara lain.
Coba bayangkan, tahun 70-an kalau lahir di Jayapura, Jogja, Bandung, Jakarta, London, New York, Tokyo, kira-kira SD-nya sama. Proses belajarnya kira-kira sama. Gurunya mengajarkan hal yang kira-kira sama. Tapi hari ini, di mana kamu lahir sangat berpengaruh. Di Jakarta saja antara masuk ke sekolah dasar yang internasional, sekolah dasar yang menengah atau sekolah dasar yang sama persis seperti sekolah dasar 30 tahun yang lalu terlihat ketimpangannya. Ketimpangan ini luar biasa dan di sana tantangan yang kita miliki jauh lebih besar, kenapa? Karena kewajiban kita secara moral adalah mendidik semuanya, bukan hanya satu dua kelompok saja.
Tantangan ini memerlukan terobosan. Satu, pemberdayaan guru dengan kondisi yang sangat bervariasi. Yang kedua, yang tidak kalah penting adalah menyambungkan tiap institusi pendidikan dengan sumber-sumber pengetahuan. Di mana kita bisa memainkan peran? Kita semua bisa mendiskusikan ini, kita semua bisa menganalisa ini, tapi pertanyaannya siapa yang akan melakukannya? Mari kita ambil tanggungjawab, mari ikut menyelesaikan tantangan ini. Kalau kita memilih untuk menyelesaikan tantangan ini, memilih memiliki masalah ini maka kita akan jadi bagian memecahkan masalah ini.
Teman-teman sekarang saya mau tanya, siapa yang dalam tiga sampai empat tahun belakangan ini pernah mengunjungi SD tempat dulu belajar? Mayoritas kita jarang mengunjungi SD kita bukan. Mari kita sama-sama pulang ke SD kita masing-masing, bertemu dengan gurunya, dan sampai sana apa yang terjadi? Guru akan bilang ini contoh anak yang dididik di sini.
Masalah ini rumit, masalah ini banyak, tapi yang kita kerjakan cari terobosan-terobosan yang agak berbeda, simpel, dapat diterapkan, dan bisa langsung aksi. Think big, start small, act now. Dalam konteks ini, act now-nya coba kalau kita semua, kembali ke sekolah kita. Sebagian dari kita barangkali akan kaget, SD-nya belum berubah, gurunya belum berubah, bahkan nasib gurunya belum berubah. Padahal kitanya sudah berubah luar biasa.
Saya rasa dalam urusan pendidikan yang perlu kita lakukan adalah membuat terobosan-terobosan kreatif, bukan rumit-rumit, yang praktis, dapat dilakukan, tapi spiritnya adalah merasa memiliki masalah yang ada. Untuk kemudian turun tangan menyelesaikannya rame-rame.
***
Disampaikan dalam Ideafest, 28 September 2013 di Jakarta Convention Center (JCC) oleh Anies Baswedan..

Disadur dari ; turuntangan.org

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 SMA Swasta Favorit di Nusa Tenggara Timur

Agenda-Agenda Pendidikan Pasca 2014

5 Cara Menarik untuk Meningkatkan Semangat Belajar di Kelas